Sunday, March 8, 2009

Hole in One Bagian 2

DI LUAR dugaan, entah bagaimana duduk perkaranya, pagi-pagi buta, di depan pintu rumah TUAN YULIO sudah didatangi belasan wartawan dari media cetak dan elektronik. Sambil menunggu, mereka jepret sana-jepret sini. Nge-shoot sana, nge-shoot sini. Semua penghuni tidak berani keluar rumah. Termasuk pembantu.

Istri Tuan Yulio melongok dari balik gorden dengan heran dan penuh tanda tanya. "Terlibat kasus apa suamiku? Ah, harus bagaimana ini?" ujar Nyonya Yulio dengan bingung.

Nyonya Yulio mencoba bersikap tenang, ketika duduk semeja dengan Tuan Yulio yang sedang asyik menyantap telor setengah matang dan segelas susu. Dengan hati-hati Nyonya Yulio membuat pertanyaan secara melingkar, kalau suaminya memang melakukan sesuatu yang melanggar dapat diidentifikasi dari jawaban-jawabannya. Tapi tidak, Tuan Yulio tetap tenang, bahkan kini lebih segar. Tidak loyo dan apatis seperti hari-hari yang lalu.

Belum sampai terjawab kecemasan Nyonya Yulio, tiba-tiba Tugimin muncul. Dengan perasaan riang, Tugimin memberitahu bahwa para wartawan sudah siap berkonferensi pers. Tuan Yulio kaget. Apa maksudnya? Tugimin lalu menghampiri bosnya dan membisikkan seseuatu ke telinga sang bos. "O, itu tho maksudmu. Yah, apa boleh buat. Sudah kepalang basah."

Konferensi pers boleh dibilang berlangsung lancar, meskipun ada satu atau dua wartawan yang mencoba menghubung-hubungkan strategi politisnya di masa depan. Mengapa Tuan Yulio tiba-tiba tertarik pada olahraga golf yang dulu, bahkan tidak pernah dia sukai? Dengan apa adanya, Tuan Yulio berkata bahwa itu, terutama karena saran sopir pribadinya dan faktor usia, ia sudah tak sanggup melakukan olahraga berat dan berbahaya lainnya. Ia tak menyebut, bahwa itu salah satu upaya untuk lolos dari penyakit bosan, yang banyak dilanda orang sukses dan berada di puncak, di ketinggian, sendirian.

Esuk paginya, koran-koran ramai memuat Tuan Yulio mencari guru privat golf bertaraf internasional. Dan hari itu juga, berdatangan para pelamar, pria maupun wanita ke rumah Tuan Yulio yang berhalaman luas dan asri. Bahkan serombongan gadis-gadis muda dan pria-pria muda yang telah berpengalaman sebagai caddy, mengaku siap menjadi caddy pribadi, jika memang dibutuhkan.

Nyonya Yulio menjadi panik. Ia memanggil Tugimin dan minta penjelasan, mengapa keadaannya jadi berkembang begitu. Tugimin meminta Nyonya Bos tenang saja. Ia punya cara untuk mengatasi. Lalu Tugimin menjumpai para pelamar dan meminta mereka mencatatkan diri di buku tamu serta meninggalkan surat lamarannya. Semua akan diperiksa; bagi yang dianggap cocok dan layak, tentu akan dipanggil.

Setelah Tuan Yulio mengundang salah seorang dari organisasi golf (PGI) untuk memeriksa dan merekomendasikan kompetensi para pelamar, dengan kaget pakar tersebut mengatakan, tak seorang pun memenuhi syarat kualifikasi. Mereka hanya petualang, yang coba memanfaatkan situasi, karena mengetahui ada orang kaya dan buta golf, yang mungkin bisa dimanfaatkan...rezekinya!

Tugimin lalu uring-uringan. Ia merasa bersalah. Ia tak berani lagi merealisasi gagasan-gagasan yang agak "gawat". Tapi Tuan Yulio justru ketawa ngakak. Ia merasa kejutan-kejutan yang dibikin Tugimin, sudah mulai tampak manfaatnya. Rasa bosannya makin berkurang. Karena justru situasi yang penuh kejutan itu, yang salah satunya punya andil bagi Tuan Yulio sehingga voltage daya hidupnya terus meningkat!

0 komentar:

Post a Comment

Contact

Related Blogs

Blog Archive

Categories

Labels

Advertise