Friday, December 5, 2008

Kumpulan Kolom, “Mas Celathu” yang “Celuthak”


Judul : Presiden Guyonan
Penulis : Butet Kartaredjasa
Penerbit : Kitab Sarimin, Yogyakarta
Cetakan : Pertama, November 2008
Tebal : xxiv +286 halaman

Ya, buku yang dikemas elok dengan tata visual “nyeni” dan berjudul Presiden Guyonan karya Butet Kartaredjasa ini ternyata merupakan kumpulan kolom yang pernah dimuat di “Suara Merdeka” tiap hari Minggu di halaman depan tepi kiri. Rubriknya “Celathu Butet”. Belum sampai membaca jauh, kita sudah digelitik sebuah informasi. Khususnya di halaman cover dalam. Di tempat ini di bawah judul buku dan penulis, tertulis informasi: Kolom Celathu Suara Merdeka September 2007-September 2009. Lho, ini guyonan apa sungguhan? Kalau guyonan, ya maklum; kalau sungguhan, kan masih perlu setidaknya satu tahun lagi untuk menuju September 2009?
Tapi tidak apa, namanya juga Presiden Guyonan, tahunnya guyonan juga boleh saja. Taruhlah yang dimaksud itu adalah September 2008, paling tidak dalam satu tahun sudah terkumpul sedikitnya 48 kolom; itu kalau satu bulan berisi empat minggu; kalau satu bulan 5 minggu kan ada kelebihannya. Jadi masuk akal kalau di buku ini termuat 54 kolom. Diawali kolom yang berjudul “Mas Celathu” dan diakhiri “Pasal Lalai”.
Bicara soal isi tulisannya, siapa tak kenal Butet? Gampangnya ngomong dia itu manusia multimedia. Mahir melucu lewat akting (teater atau program TV), tangkas melucu lewat ngomong (menirukan suara Presiden Soeharto atau BJ Habibie); sigap melucu lewat baca cerpen dan cerdas melucu lewat tulisan. Bukan hanya itu, tulisan Butet semangkin enak dinikmati kalau kita punya perbendaharaan kata bahasa Jawa yang memadai. Tulisannya mengalir deras, empuk dikunyah, walaupun sesekali sering ngajak jithungan, karena tiba-tiba banyak kata bahasa Jawa yang masuk secara selonong boy namun tepat rasa, tetap logika, walaupun hal ini bisa membuat sewot untuk yang tak paham bahasa Jawa. Tapi itu soal kecil, di halaman belakang telah disediakan “Kamus Mini” bagi pembaca yang kesulitan mencerna terminologi yang ada di dalam seluruh tulisannya.
Bagaimana asal usulnya sehingga Harian Suara Merdeka memiliki kolom unik ini? Seperti dituturkan Butet di awal pengantarnya, “Celathu itu apaan sih? Yang bukan orang Jawa memang kurang familiar dengan kata ini. Kurang lebihnya celathu artinya berujar atau nyeletuk. Jadi kalau di dalam buku ini Anda bertemu dengan tokoh rekaan yang namanya Mas Celathu, sebuah nama yang diusulkan oleh wartawan dan penulis prosa Triyanto Triwikromo, bisa diduga, pastilah karakter Mas Celathu tak terlalu jauh dari makna kata itu sendiri.
Titik Bidik
Bila mencermati seluruh kolom yang ada, satu sisi ia berisi celetukan, celotehan, grenengan, rerasan, tuduhan bahkan kadang “umpatan” halus tapi telak atau celetak-celetuk yang celuthak seperti kata Ayu Utami; sisi lain kita juga mendapatkan bagaimana penulis membangun sebuah kontruksi “drama” atau “fragmen” yang mengantarkan opini Mas Celathu ke titik bidik. Bidikan yang terkait dengan masalah sosial, budaya, politik, ekonomi, hankamnas dan perilaku sejumlah penguasa yang konteks dengan waktunya.
Tarik saja garis waktu sejak September 2007 hingga September 2008. Ada peristiwa penting apa saja yang layak dikolomkan oleh penulis. Jadi kalau kolom yang berjudul Presiden Guyonan sedikit menyinggung dengan enteng dan menggemaskan tentang blue energy dan padi super toy HL2; pasti kita semua lalu diingatkan sebuah peristiwa yang komedis tapi tragis yang pernah terjadi di negeri ini dan itu melibatkan seorang presiden. Tak mengherankan kalau Butet dalam kolom ini perlu menampilkan potongan alinea yang berbunyi sebagai berikut: Ketimbang jadi Presiden beneran tapi keputusan dan kebijaksanaannya malah kayak guyonan, perilakunya kayak main guyonan, mendingan Mas Celathu secara resmi mengangkat dirinya sendiri menjadi Presiden Guyonan. Biar menghibur, syukur-syukur bisa kasih pencerahan.
Seperti halnya seorang karikaturis di surat kabar yang sigap menangkap tema aktual/hangat, penulis kolom kontekstual selalu bertolak dari dorongan tema-tema demikian. Minggu ini mengangkat Ryan pembunuh asal Jombang berpenampilan lembut; minggu lainnya mengangkat masyarakat miskin kita yang meninggal karena antre uang 20 ribuan. Minggu lain lagi bicara lain lagi. Pendek kata, seorang kolomnis tak akan pernah kekeringan ide atau tema selama koran, majalah masih terbit; radio dan televisi masih siaran. Ruang itu dimanfaatkan Butet dengan sangat enak dan nyaman. Ia membanyol lewat gayanya yang khas. Penulis-penulis berbahasa Indonesia baku sangat takut menggunakan kata “Lha wong”, tetapi Butet dengan sangat pas mengoper habis berbagai idiom dan istilah Jawa dengan leluasa dan tanpa beban. Seakan dia berkata dalam hati, “Paham syukur, nggak paham ya salah sendiri”. Tentu bukan begitu; waktu Butet menulis kolom Celathu Butet, tentu yang terbayang adalah harian Suara Merdeka, siapa pembacanya, dengan begitu maka ia merasa nyaman kalau banyak menggunakan istilah yang pasti akan mudah diserap oleh pembaca tulisan-tulisannya.
Selain isi, gambar-gambar atau ilustrasi kaya Dwi Koendoro, kartunis bangkotan yang sangat mahir memparodikan tokoh (lewat komik stripnya: Panji Koming di Kompas Minggu), yang mengisi di buku Presiden Guyonan juga dengan gemblungnya bermanuver; ia tak mau kalah “sudrun” dari tulisan-tulisan Butet; wajah Mas Celathu (Butet?) dijereng ke sana kemari dengan sangat estetik. Gambar-gambar itu juga makin menambah nilai dan kegilaan buku ini.
Belum puas sampai di situ. Butet rupanya masih perlu memanjakan pembaca dengan mengundang relasi-relasi dekatnya, sahabat-sahabat kentalnya yang di wacana intelektual masuk kategori orang-orang “pinunjul” , untuk ikut merayakan penerbitannya kali ini. Sebutlah nama-nama seperti Mohamad Sobary (kata pengantar), Goenawan Mohamad (analisa isi), Ashadi Siregar, Jenifer Lindsay, A Mustofa Bisri, Ayu Utami, Andy F. Noya, Arswendo Atmowiloto dan Todung Mulya Lubis. Nah, mereka sepakat bahwa karya tulis Butet kali ini memang layak disimak dan dikunyah secara renyah. Kurang apa lagi?

Darminto M. Sudarmo, penulis dan pengamat humor.

0 komentar:

Post a Comment

Contact

Related Blogs

Blog Archive

Categories

Labels

Advertise